Inuyasha

Minggu, 02 Januari 2011


DIURETIKA
Ø  Definisi
Diuretika adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi urin yang lebih banyak. Jika pada peningkatan ekskresi air, terjadi juga peningkatan ekskresi garam-garam, maka diuretika ini dinamakan saluretika atau natriuretika (diuretika dalam arti sempit). Walau kerjanya pada ginjal, diuretika bukan ‘obat ginjal’, artinya senyawa ini tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal, demikian juga pada pasien insufisiensi ginjal jika diperlukan dialisis, tidak akan dapat ditangguhkan dengan penggunaan senyawa ini (Mutschler, 1991). Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorpsi Na+ pada bagian-bagian nefron yang berbeda. Akibatnya, Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urine dalam jumlah lebih banyak bila dibandingkan keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Jadi, diuretik meningkatkan volume urine dan sering mengubah pH-nya serta komposisi ion di dalam urine dan darah. Efektifitas berbagai kelas diuretik yang berbeda, sangat bervariasi, dengan peningkatan sekresi Na+ bervariasi dari kurang dari 2% untuk diuretik hemat kalium yang lemah, sampai lebih dari 20% untuk “loop diuretic” yang poten (Mycek, 2001).
Ø  Mekanisme Kerja
Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorbsi ion- ion Na+ , sehingga pengeluarannya bersama air diperbanyak. Obat ini bekerja khusus terhadap tubuli ginjal pada tempat yang berlainan, yaitu:
1)      Pada tubuli proksimal, di sini 70% ultra filtrate diserap kembali (glukosa, ureum, ion Na+ dan Cl-). Filtrat tidak berubah dan tetap isotonic terhadap plasma. Diuretik osmotic (manitol, sorbitol,gliserol) juga bekerja di tempat ini dengan mengurangi reabsorbsi ion Na+ dan Cl-.
2)      Pada lengkungan Henle (Henle’s loop), di sini 20% ion Cl- diangkut secara aktif ke dalam sel tubuli dan disusul secara pasif oleh ion Na+, tetapi tanpa air, sehimgga filtrate menjadi hipotonik terhadap plasma. Diuretika lengkungan (diuretika kuat seperti Furosemide, Bumetamida, Asam Etakrinat) bekerja di sini dengan merintangi transport Cl-.
3)      Pada tubuli distal bagian depan ujung Henle’s loop dalam kortek, di sini ion Na+ diserap kembali secara aktif tanpa penarikan air, sehingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonik.Saluretika (zat- zat thiazida, klortalidon, mefruzida, dan klopamida) bekerja di sini dengan merintangi reabsorbsi ion Na+ dan Cl-.
4)      Pda tubuli distal bagian belakang, di sini ion Na+ diserap kembali secara aktif, dan terjadi pertukaran dengan ion K+, H+ dan NH4+. Proses ini dikendalikan oleh hormone anak ginjal aldosteron. Zat- zat penghemat kalium (spironolakton, triamteren dan amilorida) bekerja di sini dengan mengurangi pertukaran ion K+ dengan ion Na+ , deagan demikian terjadi retensi kalium (antagonis aldosteron). Reabsorbsi air terutama berlangsung di saluran pengumpul (ductus colligens), dan di sini bekerja hormone anti diuretic (vasopressin).



Ø  Penggolongan Diuretik
1.      Diuretik osmotic
Istilah diuretic Osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diskskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretic osmotic apabila memenuhi 4 syarat: (1) difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. (2) tidak atau hanya sedikit direbasorbsi sel tubulus ginjal. (3) secara farmakologis merupakan zat yang inert, dan (4) umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolic (Katzung, 1998). Dengan sifat-sifat ini, maka diueretik osmotic dapat diberikan dalam jumlah cukup besar sehingga turut menentukan derajat osmolalitas plasma, filtrate glomerulus dan cairan tubuli (Aidan, 2008).
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
a.      Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
b.      Ansa Henle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
c.       Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain(Aidan, 2008).
Contoh golongan obat ini adalah manitol, urea, gliserin, isosorbid. Adanya zat tersebut dalam cairan tubuli, meningkatkan tekanan osmotic, sehingga jumlah air dan elektrolit yang dieksresi bertambah besar. Tetapi untuk menimbulkan dieresis yang cukup besar, diperlukan dosis diuretic osmotic yang tinggi. Manitol paling sering digunakan diantara obat ini, karena manitol tidak mengalami metabolisme dalam badan dan hanya sedikit sekali direabsorbsi tubuli bahkan praktis dianggap tidak direabsorbsi.
Manitol
Mekanisme : manitol sebagai diuretik osmotik yang non-metabolizable akan difiltrasi ke dalam lumen tubulus sehingga meningkatkan osmolaritas carian tubulus. Hal ini berakibat terjadinya ketikdakseimbangan reabsorpsi cairan, sehingga eksresi air yang meningkat (disertai dengan ion Na+)
Farmakokinetik : diberikan melalui i.v. dan bekerja dalam sepuluh menit; apabila diberikan secara p.o. dapat menyebabkan diare osmotik (tidak diabsorpsi dengan baik oleh usus). Pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal t1/2 berkisar 1.2 jam.
Toksisitas : toksisitas yang paling besar dipengaruhi meningkatnya osmolaritas plasma. Dengan berkurangnya rate filtrasi glomerolous (CHF atau gagal ginjal). Manitol tersebar di ECF. Hal ini menyebabkan keluarnya air dari sel ke ECF menyebabkan gagal jantung berat. Pada sisi lain, perpindahan air dari sel menyebabkan hiponatremia.
Indikasi : agent pencegahan pada disfungsi ginjal contohnya prosedur bedah.
Kontraindikasi : CHF, gagal ginjal kronis.

2.      Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase
Diuretik ini bekerja pada tubuli Proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi bikarbonat. Zat ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal, sehingga disamping karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih banyak, bersamaan dengan air. Khasiat diuretiknya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie maka perlu digunakan secara berselang-seling. Asetozolamid diturunkan r sulfanilamid. Efek diuresisnya berdasarkan penghalangan enzim karboanhidrase yang mengkatalis reaksi berikut:
     CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3+
Akibat pengambatan itu di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup ion H+ lagi untuk ditukarkan dengan Na sehingga terjadi peningkatan ekskresi Na, K, bikarbonat, dan air. Obat ini dapat digunakan sebagai obat antiepilepsi. Resorpsinya baik dan mulai bekerja dl 1-3 jam dan bertahan selama 10 jam. Waktu paruhnya dalam plasma adalah 3-6 jam dan diekskresikan lewat urin secara utuh. Obat patennya adalah Miamox.
Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid(Aidan, 2008).
3.      Diuretik golongan tiazid
Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium klorida.
Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama, terutama digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Memiliki kurva dosis-efek datar yaitu jika dosis optimal dinaikkan, efeknya (diuresis dan penurunan tekanan darah) tidak bertambah. Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid. Hidroklorthiazida adalah senyawa sulfamoyl dari turunan klorthiazida yang dikembangkan dari sulfonamid. Bekerja pada tubulus distal, efek diuretiknya lebih ringan daripada diuretika lengkungan tetapi lebih lama yaitu 6-12 jam. Banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang karenadaya hipitensifnya lebih kuat pada jangka panjang. Resorpsi di usus sampai 80% dengan waktu paruh 6-15 jam dan diekskresi lewat urin secara utuh. Contoh obat patennya adalah Lorinid, Moduretik, Dytenzide (Aidan, 2008).

4.      Diuretik hemat kalium
Merupakan obat yang diberikan untuk menghindari hipokalemi  jangan pernah diberikan pada pasien hiperkalemi atau pada pasien dengan pengobatan atau hal yang menyebabkan hiperkalemi.Termasuk DM, Multipel myeloma, penyakit tubulointerstitial renal dan insufisiensi renal.banyak obat yang menyebabkan hiperkalemi.Maka pasien- pasien yang sedang mendapat pengobatan dengan diuretic hemat K+ sekali-kali jangan diberikan suplemen K+ .Juga harus waspada bila memberikan diuretic ini bersama dengan obat penghambat ACE, karena obat ini mengurangi sekresi aldosteron, sehingga bahaya terjadinya hipovolemia dan hiperkalemia menjadi lebih besar.
Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif (spironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilorida). Yang termasuk golongan ini adalah : antagonis aldosteron (spironolakton), triamteren, amilorid, Spironolakton yang merupakan pengambat aldosteron mempunyai struktur mirip dengan hormon alamiah. Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberapa hari setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretiknya agak lemah sehingga dikombinasikan dengan diuretika lainnya. Efek dari kombinasi ini adalah adisi. Pada gagal jantung berat, spironolakton dapat mengurangi resiko kematian sampai 30%. Reabsorbsinya di usus tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan. Dalam hati, zat ini diubah menjadi metabolit aktifnya, kanrenon, yang diekskresikan melalui kemih dan tinja, dalam metabolit aktif waktu paruhnya menjadi lebih panjang yaitu 20 jam. Efek sampingnya pada penggunaan lama dan dosis tinggi akan mengakibatkan gangguan potensi dan libido pada pria dan gangguan haid pada wanita. Contoh obat paten: Aldacton, Letonal(Aidan, 2008). Diuretik hemat kalium ternyata bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien dengan udem. Tetapi obat golongan ini akan lebih bermanfaat bila diberikan bersama dengan diuretic golongan lain, misalnya dari golongan tiazid.
5.      Diuretik kuat
Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida.
Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6). Banyak digunakan dalam keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru. Memiliki kurva dosis-efek curam, yaitu bila dosis dinaikkan efeknya senantiasa bertambah. Contoh obatnya adalah furosemida yang merupakan turunan sulfonamid dan dapat digunakan untuk obat hipertensi. Mekanisme kerjanya dengan menghambat reabsorpsi Na dan Cl di bagian ascending dari loop Henle (lengkungan Henle) dan tubulus distal, mempengaruhi sistem kontrasport Cl-binding, yang menyebabkan naiknya eksresi air, Na, Mg, dan Ca. Contoh obat paten: frusemide, lasix, impugan. Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam etakrinat, furosemid dan bumetamid (Aidan, 2008).


Ø  Penggunaan
Diuretika digunakan pada keadaan dimana dikehendaki pengeluaran urine lebih, terutama pada:
a)      Udema
Yaitu suatu keadaan kelebihan air dijaringan, misalnya pada dekompensasi jantung setelah infark, dimana sirkulasi darah tidak berlangsung sempurna lagi, dan air tertimbun di paru- paru; atau pada ascites (busung perut) dimana air tertimbun di dalam rongga perut; atau pada penyakit- penyakit ginjal.
b)      Hipertensi
Untuk mengurangi volume darah agar tekanan menurun. Diuretika mempunyai sifat  memperkuat obat- obat hipertensi sehingga sering dikombinasi dengan obat- obat tersebut.
c)      Diabetes inspidus
Produksi air kemih berlebihan, dalam hal ini diuretika justru mengurangi poliurea.
d)      Batu ginjal
Untuk membantu mengeluarkan endapan kristal dari ginjal dan saluran kemih
Ø  Efek Samping
            Efek samping yang sering timbul adalah:
1)      Hipokalemia, yaitu kekurangan kalium dalam darah. Disebabkan oleh diuretika yang bekerja bekerja pada tubuli distal bagian depan memperbesar ekskresi ion K+ dan H+ yang ditukar dengan ion Na+.
2)      Hiperkalemia, pemberian diuretik jenis potassium-sparing akan meningkatkan kadar kalum darah. Ada 3 jenis diuretik ini yaitu Spironolakton,. Amiloride, Triamterene. Kerja Spironolakton bergantung pada tinggi rendahnya kadar Aldosteron. Amiloride dan Triamterene tidak tergantung pada Aldosteron. Seluruhnya menghambat sekresi kalium di tubulus distal. Kita harus berhati-hati atau sebaiknya diuretik jenis ini tidak diberikan pada keadaan gagal ginjal, diabetes mellitus, dehidrasi berat atau diberikan bersama preparat yang mengandung kalium tinggi(Tierney&Stephen , 2004)
3)      Hipoatremia, tanda-tanda hiponatremia akibat diuretika ialah kadar natrium urin > 20 mq/L, kenaikan ringan ureum dan kreatinin, hipokalemia dan terdapat alkalosis metabolik. Hiponatremia dapat memberikan gejala-gejala bahkan kematian. Cepatnya penurunan kadar natrium (kurang dari 12 jam), kadar natrium (Tierney&Stephen , 2004)
4)                  Hiperlipidemika, yaitu meningginya kadar kolestrol dan trigliserida disebabkan karena menurunnya kadar HDL terutama oleh Klortalidon. Kecuali Indapamin tidak mempengaruhi lipida.
Ø  Toksisitas
a)      Diuretik dapat menyebabkan nefritis intersiil akut melalui reaksi hipersensitifitas.
b)      Dapat menginduksi terjadinya artritis gout dan pengeluaran batu asam urat pada penderita dengan riwayat gout.
c)      Hipokalemi kronik akibat penggunaan diuretik dapat menimbulkan nefropati hipokalemi.
d)      Diuretik loop terutama furosemid dapat menyebabkan ototoksisiti. Lebih nyata lagi bila ada gagal ginjal. Gabungan dengan aminoglikosida dapat menyebabkan gangguan menetap pada pendengaran (Rosy , 2009).






Daftar Putaka
Katzung, Bertram G.. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: EGC
Lee, Joyce L. dan Hayes, Evelyn R.. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
diuretika/http://sridana.wordpress.com/2008/08/19/diuretika/#more-78







.

0 komentar:

Posting Komentar

| |


DIURETIKA
Ø  Definisi
Diuretika adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi urin yang lebih banyak. Jika pada peningkatan ekskresi air, terjadi juga peningkatan ekskresi garam-garam, maka diuretika ini dinamakan saluretika atau natriuretika (diuretika dalam arti sempit). Walau kerjanya pada ginjal, diuretika bukan ‘obat ginjal’, artinya senyawa ini tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal, demikian juga pada pasien insufisiensi ginjal jika diperlukan dialisis, tidak akan dapat ditangguhkan dengan penggunaan senyawa ini (Mutschler, 1991). Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorpsi Na+ pada bagian-bagian nefron yang berbeda. Akibatnya, Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urine dalam jumlah lebih banyak bila dibandingkan keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Jadi, diuretik meningkatkan volume urine dan sering mengubah pH-nya serta komposisi ion di dalam urine dan darah. Efektifitas berbagai kelas diuretik yang berbeda, sangat bervariasi, dengan peningkatan sekresi Na+ bervariasi dari kurang dari 2% untuk diuretik hemat kalium yang lemah, sampai lebih dari 20% untuk “loop diuretic” yang poten (Mycek, 2001).
Ø  Mekanisme Kerja
Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorbsi ion- ion Na+ , sehingga pengeluarannya bersama air diperbanyak. Obat ini bekerja khusus terhadap tubuli ginjal pada tempat yang berlainan, yaitu:
1)      Pada tubuli proksimal, di sini 70% ultra filtrate diserap kembali (glukosa, ureum, ion Na+ dan Cl-). Filtrat tidak berubah dan tetap isotonic terhadap plasma. Diuretik osmotic (manitol, sorbitol,gliserol) juga bekerja di tempat ini dengan mengurangi reabsorbsi ion Na+ dan Cl-.
2)      Pada lengkungan Henle (Henle’s loop), di sini 20% ion Cl- diangkut secara aktif ke dalam sel tubuli dan disusul secara pasif oleh ion Na+, tetapi tanpa air, sehimgga filtrate menjadi hipotonik terhadap plasma. Diuretika lengkungan (diuretika kuat seperti Furosemide, Bumetamida, Asam Etakrinat) bekerja di sini dengan merintangi transport Cl-.
3)      Pada tubuli distal bagian depan ujung Henle’s loop dalam kortek, di sini ion Na+ diserap kembali secara aktif tanpa penarikan air, sehingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonik.Saluretika (zat- zat thiazida, klortalidon, mefruzida, dan klopamida) bekerja di sini dengan merintangi reabsorbsi ion Na+ dan Cl-.
4)      Pda tubuli distal bagian belakang, di sini ion Na+ diserap kembali secara aktif, dan terjadi pertukaran dengan ion K+, H+ dan NH4+. Proses ini dikendalikan oleh hormone anak ginjal aldosteron. Zat- zat penghemat kalium (spironolakton, triamteren dan amilorida) bekerja di sini dengan mengurangi pertukaran ion K+ dengan ion Na+ , deagan demikian terjadi retensi kalium (antagonis aldosteron). Reabsorbsi air terutama berlangsung di saluran pengumpul (ductus colligens), dan di sini bekerja hormone anti diuretic (vasopressin).



Ø  Penggolongan Diuretik
1.      Diuretik osmotic
Istilah diuretic Osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diskskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretic osmotic apabila memenuhi 4 syarat: (1) difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. (2) tidak atau hanya sedikit direbasorbsi sel tubulus ginjal. (3) secara farmakologis merupakan zat yang inert, dan (4) umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolic (Katzung, 1998). Dengan sifat-sifat ini, maka diueretik osmotic dapat diberikan dalam jumlah cukup besar sehingga turut menentukan derajat osmolalitas plasma, filtrate glomerulus dan cairan tubuli (Aidan, 2008).
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
a.      Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
b.      Ansa Henle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
c.       Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain(Aidan, 2008).
Contoh golongan obat ini adalah manitol, urea, gliserin, isosorbid. Adanya zat tersebut dalam cairan tubuli, meningkatkan tekanan osmotic, sehingga jumlah air dan elektrolit yang dieksresi bertambah besar. Tetapi untuk menimbulkan dieresis yang cukup besar, diperlukan dosis diuretic osmotic yang tinggi. Manitol paling sering digunakan diantara obat ini, karena manitol tidak mengalami metabolisme dalam badan dan hanya sedikit sekali direabsorbsi tubuli bahkan praktis dianggap tidak direabsorbsi.
Manitol
Mekanisme : manitol sebagai diuretik osmotik yang non-metabolizable akan difiltrasi ke dalam lumen tubulus sehingga meningkatkan osmolaritas carian tubulus. Hal ini berakibat terjadinya ketikdakseimbangan reabsorpsi cairan, sehingga eksresi air yang meningkat (disertai dengan ion Na+)
Farmakokinetik : diberikan melalui i.v. dan bekerja dalam sepuluh menit; apabila diberikan secara p.o. dapat menyebabkan diare osmotik (tidak diabsorpsi dengan baik oleh usus). Pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal t1/2 berkisar 1.2 jam.
Toksisitas : toksisitas yang paling besar dipengaruhi meningkatnya osmolaritas plasma. Dengan berkurangnya rate filtrasi glomerolous (CHF atau gagal ginjal). Manitol tersebar di ECF. Hal ini menyebabkan keluarnya air dari sel ke ECF menyebabkan gagal jantung berat. Pada sisi lain, perpindahan air dari sel menyebabkan hiponatremia.
Indikasi : agent pencegahan pada disfungsi ginjal contohnya prosedur bedah.
Kontraindikasi : CHF, gagal ginjal kronis.

2.      Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase
Diuretik ini bekerja pada tubuli Proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi bikarbonat. Zat ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal, sehingga disamping karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih banyak, bersamaan dengan air. Khasiat diuretiknya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie maka perlu digunakan secara berselang-seling. Asetozolamid diturunkan r sulfanilamid. Efek diuresisnya berdasarkan penghalangan enzim karboanhidrase yang mengkatalis reaksi berikut:
     CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3+
Akibat pengambatan itu di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup ion H+ lagi untuk ditukarkan dengan Na sehingga terjadi peningkatan ekskresi Na, K, bikarbonat, dan air. Obat ini dapat digunakan sebagai obat antiepilepsi. Resorpsinya baik dan mulai bekerja dl 1-3 jam dan bertahan selama 10 jam. Waktu paruhnya dalam plasma adalah 3-6 jam dan diekskresikan lewat urin secara utuh. Obat patennya adalah Miamox.
Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid(Aidan, 2008).
3.      Diuretik golongan tiazid
Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium klorida.
Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama, terutama digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Memiliki kurva dosis-efek datar yaitu jika dosis optimal dinaikkan, efeknya (diuresis dan penurunan tekanan darah) tidak bertambah. Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid. Hidroklorthiazida adalah senyawa sulfamoyl dari turunan klorthiazida yang dikembangkan dari sulfonamid. Bekerja pada tubulus distal, efek diuretiknya lebih ringan daripada diuretika lengkungan tetapi lebih lama yaitu 6-12 jam. Banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang karenadaya hipitensifnya lebih kuat pada jangka panjang. Resorpsi di usus sampai 80% dengan waktu paruh 6-15 jam dan diekskresi lewat urin secara utuh. Contoh obat patennya adalah Lorinid, Moduretik, Dytenzide (Aidan, 2008).

4.      Diuretik hemat kalium
Merupakan obat yang diberikan untuk menghindari hipokalemi  jangan pernah diberikan pada pasien hiperkalemi atau pada pasien dengan pengobatan atau hal yang menyebabkan hiperkalemi.Termasuk DM, Multipel myeloma, penyakit tubulointerstitial renal dan insufisiensi renal.banyak obat yang menyebabkan hiperkalemi.Maka pasien- pasien yang sedang mendapat pengobatan dengan diuretic hemat K+ sekali-kali jangan diberikan suplemen K+ .Juga harus waspada bila memberikan diuretic ini bersama dengan obat penghambat ACE, karena obat ini mengurangi sekresi aldosteron, sehingga bahaya terjadinya hipovolemia dan hiperkalemia menjadi lebih besar.
Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif (spironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilorida). Yang termasuk golongan ini adalah : antagonis aldosteron (spironolakton), triamteren, amilorid, Spironolakton yang merupakan pengambat aldosteron mempunyai struktur mirip dengan hormon alamiah. Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberapa hari setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretiknya agak lemah sehingga dikombinasikan dengan diuretika lainnya. Efek dari kombinasi ini adalah adisi. Pada gagal jantung berat, spironolakton dapat mengurangi resiko kematian sampai 30%. Reabsorbsinya di usus tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan. Dalam hati, zat ini diubah menjadi metabolit aktifnya, kanrenon, yang diekskresikan melalui kemih dan tinja, dalam metabolit aktif waktu paruhnya menjadi lebih panjang yaitu 20 jam. Efek sampingnya pada penggunaan lama dan dosis tinggi akan mengakibatkan gangguan potensi dan libido pada pria dan gangguan haid pada wanita. Contoh obat paten: Aldacton, Letonal(Aidan, 2008). Diuretik hemat kalium ternyata bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien dengan udem. Tetapi obat golongan ini akan lebih bermanfaat bila diberikan bersama dengan diuretic golongan lain, misalnya dari golongan tiazid.
5.      Diuretik kuat
Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida.
Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6). Banyak digunakan dalam keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru. Memiliki kurva dosis-efek curam, yaitu bila dosis dinaikkan efeknya senantiasa bertambah. Contoh obatnya adalah furosemida yang merupakan turunan sulfonamid dan dapat digunakan untuk obat hipertensi. Mekanisme kerjanya dengan menghambat reabsorpsi Na dan Cl di bagian ascending dari loop Henle (lengkungan Henle) dan tubulus distal, mempengaruhi sistem kontrasport Cl-binding, yang menyebabkan naiknya eksresi air, Na, Mg, dan Ca. Contoh obat paten: frusemide, lasix, impugan. Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam etakrinat, furosemid dan bumetamid (Aidan, 2008).


Ø  Penggunaan
Diuretika digunakan pada keadaan dimana dikehendaki pengeluaran urine lebih, terutama pada:
a)      Udema
Yaitu suatu keadaan kelebihan air dijaringan, misalnya pada dekompensasi jantung setelah infark, dimana sirkulasi darah tidak berlangsung sempurna lagi, dan air tertimbun di paru- paru; atau pada ascites (busung perut) dimana air tertimbun di dalam rongga perut; atau pada penyakit- penyakit ginjal.
b)      Hipertensi
Untuk mengurangi volume darah agar tekanan menurun. Diuretika mempunyai sifat  memperkuat obat- obat hipertensi sehingga sering dikombinasi dengan obat- obat tersebut.
c)      Diabetes inspidus
Produksi air kemih berlebihan, dalam hal ini diuretika justru mengurangi poliurea.
d)      Batu ginjal
Untuk membantu mengeluarkan endapan kristal dari ginjal dan saluran kemih
Ø  Efek Samping
            Efek samping yang sering timbul adalah:
1)      Hipokalemia, yaitu kekurangan kalium dalam darah. Disebabkan oleh diuretika yang bekerja bekerja pada tubuli distal bagian depan memperbesar ekskresi ion K+ dan H+ yang ditukar dengan ion Na+.
2)      Hiperkalemia, pemberian diuretik jenis potassium-sparing akan meningkatkan kadar kalum darah. Ada 3 jenis diuretik ini yaitu Spironolakton,. Amiloride, Triamterene. Kerja Spironolakton bergantung pada tinggi rendahnya kadar Aldosteron. Amiloride dan Triamterene tidak tergantung pada Aldosteron. Seluruhnya menghambat sekresi kalium di tubulus distal. Kita harus berhati-hati atau sebaiknya diuretik jenis ini tidak diberikan pada keadaan gagal ginjal, diabetes mellitus, dehidrasi berat atau diberikan bersama preparat yang mengandung kalium tinggi(Tierney&Stephen , 2004)
3)      Hipoatremia, tanda-tanda hiponatremia akibat diuretika ialah kadar natrium urin > 20 mq/L, kenaikan ringan ureum dan kreatinin, hipokalemia dan terdapat alkalosis metabolik. Hiponatremia dapat memberikan gejala-gejala bahkan kematian. Cepatnya penurunan kadar natrium (kurang dari 12 jam), kadar natrium (Tierney&Stephen , 2004)
4)                  Hiperlipidemika, yaitu meningginya kadar kolestrol dan trigliserida disebabkan karena menurunnya kadar HDL terutama oleh Klortalidon. Kecuali Indapamin tidak mempengaruhi lipida.
Ø  Toksisitas
a)      Diuretik dapat menyebabkan nefritis intersiil akut melalui reaksi hipersensitifitas.
b)      Dapat menginduksi terjadinya artritis gout dan pengeluaran batu asam urat pada penderita dengan riwayat gout.
c)      Hipokalemi kronik akibat penggunaan diuretik dapat menimbulkan nefropati hipokalemi.
d)      Diuretik loop terutama furosemid dapat menyebabkan ototoksisiti. Lebih nyata lagi bila ada gagal ginjal. Gabungan dengan aminoglikosida dapat menyebabkan gangguan menetap pada pendengaran (Rosy , 2009).






Daftar Putaka
Katzung, Bertram G.. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: EGC
Lee, Joyce L. dan Hayes, Evelyn R.. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
diuretika/http://sridana.wordpress.com/2008/08/19/diuretika/#more-78







.

0 komentar:

Posting Komentar